Jumat, 29 November 2013

[Cermin] Hadiah Kecil Untuk Kaka



Siang itu berbeda dari biasanya. Sibuk bukan main. Tapi pada kenyataannya tetap memancarkan ketenangan. Eits, sibuk yo sibuk. Tapi tenang juga harus menyertai. Istilah baru yang mungkin sebagian orang tidak akan setuju. :D

Di kosan, tugasku berjubel untuk minggu-minggu ini. Mungkin bisa dihitung sampai akhir november nanti bahkan sampai desember. Kita lihat saja. Mulai dari tugas kuliah yang bercabang, sampai dengan tugas lain yang semakin hari semakin melambai-lambai saja. Barulah kusadari tugas-tugas tersebut belum kuselesaikan dari dua minggu yang lalu. Kalau kata orang, “semakin ditumpuk semakin menggunung, dan semakin tercecer saja”. Benar memang demikian. Maka mulailah kutengok kaligrafi yang sudah kugunting itu. Kemudian kutempel pada selembar kertas gambar.
Kumulai mewarnainya. Bolak-balik kamar mandi karena harus mengganti warna yang sudah tak terpakai. Tangan jangan ditanya lagi, sudah warna-warni seperti pelangi. Amboi, baru kugerakan tangan ini untuk menggambar. Jika dihitung, terakhir menggambar itu semester dua dan sekarang aku semester tujuh. Sudah dua tahun setengah. Lama nian, boi.
Teroreeett...Satu jam kemudian, beres. Kutanyakan pada Taya, yang baru bangun dari tidurnya karena lelah setelah pertandingan voli. “Bu, gimana?”, kataku sambil kuperlihatkan hasil padanya. “Lucu, ci” jawab Taya. “Sekarang tinggal mikirin yang lainnya”, tambahku.
Aku selalu membayangkan kesana-kemari. Kaka memakai baju toga, membawa ijazah, dan aku di sampingnya bersama ibu dan bapak. Wow dahsyat cetar membahana badai. “Semoga lulusnya lekas tertular padaku”, bisik hati yang lirih. Hadiah kecil ini kupersembahkan untuk kaka yang baru saja di wisuda. Selamat atas kelulusannya. Semoga ilmu yang didapat selama kuliah dapat bermanfaat dan dapat diaplikasikan di dalam kehidupan.

Minggu, 10 November 2013

Tuhan Menegurku


Pukul 10.00 pagi itu, aku berniat untuk jalan-jalan ke Pasar Baru bersama Teh Bety. Namun karena mendapatkan sms untuk mengajar les pukul 09.30, jadi kuurungkan niatku untuk pergi setelah beres les saja. Tik tok tik tok, jam pun berbunyi dan terus berputar tanpa menghiraukan kehidupan yang semakin tua.
“Susi, jadi enggak? Tadi keburu ngantuk jadi tiduran dulu” Tanya Teh Bety di sms pukul 11.00.
“Ya Teh, jadi. Maaf teh tadi gak jadi jam 10.00 soalnya aku ada ngajar les dulu. Ntar kalo udah di depan kosan teteh aku sms ya” Jawabku sembari merapikan buku kehadiran.
Panas matahari merongrong sampai ke kulit. Berangkatlah aku bersama Teh Bety sekitar pukul 11.30. Singkat cerita, kami sudah berada di Jl. Soekarno Hatta yang mau ke arah Kiara Condong. Setelah lampu hijau menyala, kubawa motorku melaju di kecepatan 30Km/Jam. Begitu angkot di depan berhenti mendadak, tukang sayuran di belakangnya pun menyalip yang posisi kami berada tepat dipinggir tukang sayuran tersebut.
Aku mencoba melaunkan kecepatan agar terhindar dari keranjang sayurannya. Namun sayangnya keranjang sayuran mengenai motorku. Karena aku tak bisa menyeimbangkannya, maka“Brak”jatuhlah kami mengenai badan aspal. Orang-orang di seberang jalan setengah shock melihatku, lantas membangunkan motor yang sedari tadi menjepit kaki kananku.
“Teteh gak apa-apa?” Tanyaku sembari cemas.
“Gak apa-apa teteh mah, Sus. Susi gimana? Coba dilihat dulu aja, bisi ada luka.” Jawab tteh Bety
“Perih sih teh. Tapi diliatnya nanti aja. Malu juga kalo harus diliat disini.” Tambahku sembari menahan perih yang jika kulihat lukanya bisa dibuat lemas karenanya.
Seperti inikah rasanya jatuh di jalan raya? Sakit bukan main, pembaca. Linu sana-sini. Perih nyut-nyutan. Malu bukan kepalang. Shock juga. Tapi Tuhan masih memberi kesempatan hidup padaku, maka harus kusyukuri. Tuhan hanya memberi luka memar di lututku, bukan sekurjur tubuhku, maka seyogyanya harus kusyukuri. Saat jatuh tidak ada kendaraan apapun yang menyambut dari arah yang sama, maka harus lebih kusyukuri. Karena Tuhan masih memampukan aku untuk berdiri, maka syukurku pada-Mu Ya Rabb atas teguran ini.
Di kecelakan yang sama, mungkin saja orang harus dibawa dan dirawat di RS. Memerlukan biaya yang tidak terhitung besarnya. Maka Tuhan Yang Maha Kuasa masih menyayangiku. Pun jika kuperdengarkan hal-hal sebelumnya, sebetulnya Tuhan memberi tahu agar aku berhati-hati atau bahkan Tuhan sengaja memberi jadwal les dadakan agar aku tidak memperturut hawa nafsuku untuk jalan-jalan.
Pembaca, rasa syukur tidak lantas kita ucapkan manakala saat suka saja. Terlebih rasa syukur itu harus dipanjatkan pula saat duka. Syukuri hidup kita hari ini, esok dan seterusnya karena Allah menyayangi kita.

[Cermin] Yang Terpendam Mencuat Juga


Semilir angin malam itu membuatnya kedinginan. Menurutnya tak seperti malam-malam sebelumnya. Namun kedinginannya tetap mampu membalut keindahan Kota Bandung di malam hari, bak permata berkilauan saling memanjakan. Jelas, masih terasa ego yang mengalahkan keikhlasannya seminggu yang lalu. Dan sungguh kerinduan yang terbesit sudah terbayar dengan pertemuan itu.
Ia tengok lima hari yang lalu, di antara mereka tak saling memberi kabar. Seperti perang dingin antar blok . Sampai suatu ketika ia kirim tulisan untuk Rama sebagai kecaman.

Aku Seperti Bukan Diriku

Semestinya katakan saja
apa yang menjadi kekuranganku
Bukan dengan kau sulut kecemburuan ini
Dan harusnya aku tak berkata begini
jika kau mengerti
Bukan dengan aku biarkan kau sadari

Apa jadinya jika kepercayaan ini lambat laun terkikis?
Apa jadinya jika status ini sedikit demi sedikit hanya simbol tak berarti?
Jika kau tahu hatinya selalu ia jaga untukmu
Jika kau tahu perasaan nyeri yang ia rasa karenamu
Apa yang kau tunggu?

Lewat tulisan ini,
semoga kau mengerti.

Tahukah maksudnya apa? Selama seminggu Sinta menahan kecemburuan itu. Mencoba menghalau namun tetap berujung dengan puncak kekesalan yang tak pernah ia inginkan.
“Kenapa atuh?” tanya Rama padanya di telepon.
“Baru kali ini aku cemburu begitu terlalu. Sengajakah engkau membuat aku seperti ini?”kata Sinta sembari kesal.
Dijelaskanlah oleh Rama panjang lebar. Sebab musabab yang sebenarnya satu sama lain hanya berbeda pada satu pandangan saja. Wajarlah jika sang kekasih cemburu. Yang tak wajar itu, jika kecemburuannya ia pendam lama sekali dan suatu saat mencuat ke permukaan karena tak terbendung lagi, seperti yang terjadi pada Sinta.
Di malam minggu itu ia habiskan makan malam bersama Rama. Mengingat dan mengevaluasi setiap lika-liku perjalanan mereka. Merasa lelah sendiri dengan sikap yang salah. Ya, ia sesali penyikapannya terhadap permasalahan itu. Dimana ia tak mampu mengaplikasikan apa yang selama ini dipelajarinya.
Ia tak berkaca terhadap pengalaman-pengalaman yang lalu. Begitu ada permasalahan, seharusnya ia sikapi dengan kepala dingin. Bukan dengan menjudge begitu saja tanpa berpikir panjang. Tiada pengamalan keikhlasan disana. Membantai hati Rama tanpa ia pedulikan Rama yang justru mengalah bersama keikhlasan dan kesabaran. Finally, evaluasi itu membuka mata Sinta untuk tidak menafsirkan segala sesuatunya dengan tergesa-gesa. Mengingat keihklasan, kesabaran, dan berpikir positif harus menjadi kunci setiap perjalanan dalam kehidupannya.

Rabu, 06 November 2013

RESOLUSI DI TAHUN BARU HIJRIAH

http://kata-kata.co/wp-content/uploads/2013/10/Tahun-Baru-Islam-2013-Wallpapers.jpg
Ada makna dalam kata. Ada harapan yang berwujud doa. Ada pergerakan dalam setiap langkah. Ada evaluasi dalam setiap perbuatan. Itulah perubahan dalam diri (Metamorf for self). Perubahan pun haruslah dibarengi dengan MOVE ON. Move-On itu pergerakan, perpindahan, perubahan ke arah yang lebih baik. Bagaimana caranya?
Hal pertama yang harus kita ON-kan adalah visi > menjadi VISION. Tentu saja visi hidup berbeda-beda bagi setiap individu. Sebagai contoh, Reza memiliki visi di tahun baru ini ingin sukses. Namun visi hanya sekedar visi jika tidak dibarengi dengan MISION. Lho kok mengapa mision? Karena hal kedua yang harus di-ON kan adalah misinya, karena dalam langkah terdapat pergerakan. Misalnya, Reza memiliki visi di tahun ini ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan memberikan manfaat untuk sesama. Tidak mungkin Reza mengambil langkah tetap malas, atau sering mentoleransi kebiasaan buruk, lantas visinya akan tercapai. Tidak mungkin.
Visi dan misi saling mengisi satu sama lain jika ditunjang oleh dua hal ini. Yang pertama, Ilmu. Dengan ilmu, segala sesuatu dapat kita genggam. Dengan ilmu, kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Misalnya, ketika setan membisikkan sesuatu (keburukan) pada pendengaran kita, maka dengan ilmu kita dapat menahannya. Begitupun sebaliknya, tanpa ilmu, maka bisikan setan di acc begitu saja oleh pikiran kita. Naudzubillah
Yang kedua, Collaboration. Berkumpul dengan lingkungan yang baik, orang-orang yang soleh, yang dapat memelihara visi dan misi kita. Jelas, seperti kata pepatah, Bertemanlah dengan penjual parfum, maka kita akan kecipratan wanginya”.
Pembaca, dengan hanya bersandar dan berharap Ridho-Nya, semoga di tahun baru ini, kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya. Menjadi sosok yang diharapkan orang tua dan orang-orang terdekat kita. Menjadi pribadi yang tetap istiqomah dengan visi dan misinya. Aamiinn Allahumma Aamiinn

Halaman

Halaman

 
Copyright Jejak-jejak Terekam 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .