Pukul 10.00 pagi itu, aku berniat untuk jalan-jalan ke
Pasar Baru bersama Teh Bety. Namun karena mendapatkan sms untuk mengajar les
pukul 09.30, jadi kuurungkan niatku untuk pergi setelah beres les saja. Tik tok
tik tok, jam pun berbunyi dan terus berputar tanpa menghiraukan kehidupan yang
semakin tua.
“Susi, jadi enggak? Tadi keburu ngantuk jadi tiduran
dulu” Tanya Teh Bety di sms pukul 11.00.
“Ya Teh, jadi. Maaf teh tadi gak jadi jam 10.00
soalnya aku ada ngajar les dulu. Ntar kalo udah di depan kosan teteh aku sms ya”
Jawabku sembari merapikan buku kehadiran.
Panas matahari merongrong sampai ke kulit. Berangkatlah
aku bersama Teh Bety sekitar pukul 11.30. Singkat cerita, kami sudah berada di
Jl. Soekarno Hatta yang mau ke arah Kiara Condong. Setelah lampu hijau menyala,
kubawa motorku melaju di kecepatan 30Km/Jam. Begitu angkot di depan berhenti
mendadak, tukang sayuran di belakangnya pun menyalip yang posisi kami berada
tepat dipinggir tukang sayuran tersebut.
Aku mencoba melaunkan kecepatan agar terhindar dari
keranjang sayurannya. Namun sayangnya keranjang sayuran mengenai motorku. Karena
aku tak bisa menyeimbangkannya, maka“Brak”jatuhlah kami mengenai badan aspal. Orang-orang
di seberang jalan setengah shock
melihatku, lantas membangunkan motor yang sedari tadi menjepit kaki kananku.
“Teteh gak apa-apa?” Tanyaku sembari cemas.
“Gak apa-apa teteh mah, Sus. Susi gimana? Coba dilihat
dulu aja, bisi ada luka.” Jawab tteh Bety
“Perih sih teh. Tapi diliatnya nanti aja. Malu juga
kalo harus diliat disini.” Tambahku sembari menahan perih yang jika kulihat
lukanya bisa dibuat lemas karenanya.
Seperti inikah rasanya jatuh di jalan raya? Sakit bukan
main, pembaca. Linu sana-sini. Perih nyut-nyutan. Malu bukan kepalang. Shock
juga. Tapi Tuhan masih memberi kesempatan hidup padaku, maka harus kusyukuri. Tuhan
hanya memberi luka memar di lututku, bukan sekurjur tubuhku, maka seyogyanya
harus kusyukuri. Saat jatuh tidak ada kendaraan apapun yang menyambut dari arah
yang sama, maka harus lebih kusyukuri. Karena Tuhan masih memampukan aku untuk berdiri,
maka syukurku pada-Mu Ya Rabb atas teguran ini.
Di kecelakan yang sama, mungkin saja orang harus dibawa
dan dirawat di RS. Memerlukan biaya yang tidak terhitung besarnya. Maka Tuhan
Yang Maha Kuasa masih menyayangiku. Pun jika kuperdengarkan hal-hal sebelumnya,
sebetulnya Tuhan memberi tahu agar aku berhati-hati atau bahkan Tuhan sengaja
memberi jadwal les dadakan agar aku tidak memperturut hawa nafsuku untuk
jalan-jalan.
Pembaca, rasa syukur tidak lantas kita ucapkan
manakala saat suka saja. Terlebih rasa syukur itu harus dipanjatkan pula saat
duka. Syukuri hidup kita hari ini, esok dan seterusnya karena Allah menyayangi
kita.
0 komentar:
Posting Komentar