Minggu, 22 Desember 2013

Selamat Hari Ibu

Berfoto bersama ibu di pematang sawah



Apa yang terbesit dibenak kawan-kawan manakala sudah berada di dekat ibu (red: jika kondisinya sekarang masih di perantauan)? Atau pertanyaannya begini saja, “Apakah ketika kita sudah berada didekatnya, apapun beban hidup yang kita tanggung dan kita pendam sendirian sebelumnya, terasa beban itu hilang begitu saja?”
Ya, jawabannya karena beliau selalu ada untuk mendengarkan setiap keluh kesah anaknya. Keikhlasannya selalu membalut senyumannya. Kesabarannya senantiasa menemaninya dan kehangatannya selalu menjadi kerinduan manakala kita sedang jauh darinya.  Pada akhirnya, kita akan terus merindukan tempat pulang yang paling menenangkan, yaitu pelukan Ibu.

Ribuan kilo
jalan yang kau tempuh
lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara…
kasih yang engkau berikan
tak mampu ku membalas, ibu…ibu…
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
dengan apa membalas, ibu…ibu
(Iwan Fals, “Ibu”)

Ya, itulah ibu yang sudah mengorbankan segalanya untuk kita, tetapi sampai detik ini kita belum pernah membuat pengorbanan yang berarti untuknya. Kita seringkali tidak sadar, ternyata masih banyak aspek yang kita lupakan untuk membalas kebaikannya.
Terkadang kita tidak menghiraukan kerinduannya kepada kita. Padahal saat itu, beliau tengah merindukan kehadiran kita di sisinya, menunggu kita pulang dengan rentang pelukan dan hangat air mata. Barangkali dengan bertemu saja, ibu sudah sangat bahagia. Kita bahkan lupa mendoakan beliau, padahal doa yang beliau langitkan tak pernah putus dan terus menyala sebagai pelita dalam kegelapan.
Kita tak pernah sadar betul bahwa selama ini hanya merepotkannya. Mengharuskan beliau mengikuti keinginan kita yang tak pernah ada habisnya. “Sabarlah nak, jika ibu sudah punya uang, maka akan ibu belikan”, senyum ibu. Kita pun sering lupa untuk menanyakan kabar ibu, bahkan kita tetap saja sibuk dengan dunia kita. Padahal ibu mengharapkan kabar walau hanya dengan mendengar suara dan sapaan kita. Maka sempatkanlah berbagi waktu dengannya.
Kita terkadang lupa berdoa dan bersyukur kepada Tuhan yang telah menghadirkan ibu yang super untuk kita. Ibu yang telah rela mengandung selama 9 bulan, yang melahirkan kita, yang menjaga serta merawat kita. Ibu yang mendidik kita untuk menjadi anak yang cerdas, anak yang mampu mengangkat harkat dan martabat keluarganya, serta memajukan bangsa lewat karyanya.
Masihkah kita membuat sedih ibunda kita? Masihkah sampai detik ini kita memendam rasa kecewa terhadap ibu? Masih adakah di relung hati yang terdalam tega membiarkan ibu sendirian? Masihkah sampai hari ini, doa-doa dari ananda mengalir untuk ibunda tercinta?
Sekarang mari kita renungkan. Darinya kita belajar ketegaran, bahwa sesulit apapun hidup, kita harus dapat menghadapinya. Darinya kita petik ketulusan dan keikhlasan bahwasannya kasih sayang yang ia berikan begitu besar dan tak pernah terukur. Darinya kita pun belajar memberi tanpa mengharap minta. Ibu, sosok malaikat tak bersayap yang selalu menyayangi dan menerima kita apa adanya. Berterimakasihlah padanya, berbanggalah karena telah memilikinya, dan bahagiakanlah ia dengan segenap kemampuan kita.
Selamat hari ibu, semoga ibu selalu ada dalam lindungan-Nya. Dimudahkan segala urusannya. Diberi kebahagiaan dunia juga akhiratnya. Dan semoga kita selaku putra putrinya mendapat energi yang seluas bumi dan sedalam lautan untuk menjadi anak yang lebih berbakti. Aamiinn Ya Rabb

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba menulis blog cinta ibu yang diselenggarakan oleh perempuan.com.

0 komentar:

Posting Komentar

Halaman

Halaman

 
Copyright Jejak-jejak Terekam 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .