Berfoto bersama ibu di pematang sawah |
Apa yang terbesit dibenak kawan-kawan manakala sudah
berada di dekat ibu (red: jika kondisinya
sekarang masih di perantauan)? Atau pertanyaannya begini saja, “Apakah ketika kita sudah berada didekatnya, apapun
beban hidup yang kita tanggung dan kita pendam sendirian sebelumnya, terasa
beban itu hilang begitu saja?”
Ya, jawabannya karena beliau selalu ada untuk
mendengarkan setiap keluh kesah anaknya. Keikhlasannya selalu membalut senyumannya.
Kesabarannya senantiasa menemaninya dan kehangatannya selalu menjadi kerinduan
manakala kita sedang jauh darinya. Pada
akhirnya, kita akan terus merindukan tempat pulang yang paling menenangkan,
yaitu pelukan Ibu.
Ribuan kilo
jalan yang kau
tempuh
lewati rintang
untuk aku anakmu
Ibuku sayang
masih terus berjalan
walau tapak kaki
penuh darah penuh nanah
Seperti udara…
kasih yang
engkau berikan
tak mampu ku
membalas, ibu…ibu…
Ingin kudekat
dan menangis di pangkuanmu
sampai aku
tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa
baluri sekujur tubuhku
dengan apa membalas,
ibu…ibu
(Iwan Fals, “Ibu”)
Ya, itulah ibu yang sudah mengorbankan segalanya
untuk kita, tetapi sampai detik ini kita belum pernah membuat pengorbanan yang
berarti untuknya. Kita seringkali tidak sadar, ternyata masih banyak aspek yang
kita lupakan untuk membalas kebaikannya.
Terkadang kita tidak menghiraukan kerinduannya
kepada kita. Padahal saat itu, beliau tengah merindukan kehadiran kita di
sisinya, menunggu kita pulang dengan rentang pelukan dan hangat air mata.
Barangkali dengan bertemu saja, ibu sudah sangat bahagia. Kita bahkan lupa
mendoakan beliau, padahal doa yang beliau langitkan tak pernah putus dan terus
menyala sebagai pelita dalam kegelapan.
Kita tak pernah sadar betul bahwa selama ini hanya
merepotkannya. Mengharuskan beliau mengikuti keinginan kita yang tak pernah ada
habisnya. “Sabarlah nak, jika ibu sudah
punya uang, maka akan ibu belikan”, senyum ibu. Kita pun sering lupa untuk
menanyakan kabar ibu, bahkan kita tetap saja sibuk dengan dunia kita. Padahal
ibu mengharapkan kabar walau hanya dengan mendengar suara dan sapaan kita. Maka
sempatkanlah berbagi waktu dengannya.
Kita terkadang lupa berdoa dan bersyukur kepada
Tuhan yang telah menghadirkan ibu yang super untuk kita. Ibu yang telah rela
mengandung selama 9 bulan, yang melahirkan kita, yang menjaga serta merawat
kita. Ibu yang mendidik kita untuk menjadi anak yang cerdas, anak yang mampu mengangkat
harkat dan martabat keluarganya, serta memajukan bangsa lewat karyanya.
Masihkah kita membuat sedih ibunda kita? Masihkah
sampai detik ini kita memendam rasa kecewa terhadap ibu? Masih adakah di relung
hati yang terdalam tega membiarkan ibu sendirian? Masihkah sampai hari ini, doa-doa
dari ananda mengalir untuk ibunda tercinta?
Sekarang mari kita renungkan. Darinya kita belajar
ketegaran, bahwa sesulit apapun hidup, kita harus dapat menghadapinya. Darinya
kita petik ketulusan dan keikhlasan bahwasannya kasih sayang yang ia berikan
begitu besar dan tak pernah terukur. Darinya kita pun belajar memberi tanpa
mengharap minta. Ibu, sosok malaikat tak bersayap yang selalu menyayangi dan
menerima kita apa adanya. Berterimakasihlah padanya, berbanggalah karena telah
memilikinya, dan bahagiakanlah ia dengan segenap kemampuan kita.
Selamat hari ibu, semoga ibu selalu ada dalam lindungan-Nya.
Dimudahkan segala urusannya. Diberi kebahagiaan dunia juga akhiratnya. Dan
semoga kita selaku putra putrinya mendapat energi yang seluas bumi dan sedalam
lautan untuk menjadi anak yang lebih berbakti. Aamiinn Ya Rabb
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba menulis blog
cinta ibu yang diselenggarakan oleh perempuan.com.
0 komentar:
Posting Komentar